Selasa, Oktober 28

0
Memahami luka batin

Selasa, Oktober 28

Share this history on :


Bayangkan Anda seorang anak kecil berusia delapan tahun, di panas terik berjalan kaki cukup jauh pulang sendiri dari sekolah.

Anda kesepian, kelelahan, dan kehausan. Begitu sampai rumah Anda berlari masuk, menarik gelas dari meja makan, tanpa sengaja menjatuhkannya.

Ayah atau ibu kaget, menghampiri dengan tubuh tegang. Bukannya menunjukkan kekhawatiran, mereka mulai memaki-maki.

Mengguncang dan memukul Anda: "Dasar goblok. Anak tidak tahu diuntung! Selalu bikin masalah. Itu gelas bagus tahu?! Hari ini kamu dihukum tidak dapat makan siang!!" Mungkin Anda sangat ketakutan, tegang, dan bingung, sementara badan terasa sakit akibat pukulan.

Dengan gerakan kacau, Anda mulai memunguti pecahan gelas, mungkin begitu paniknya sehingga tangan tertusuk dan berdarah. Ayah atau ibu sama sekali tak peduli, tegak berdiri penuh kebencian.

Luka akibat tertusuk pecahan kaca mungkin sembuh dalam waktu singkat, tetapi luka batin? Bila mengalami hal di atas, mungkin kita akan menghayati begitu banyak perasaan negatif: takut, bingung, kesepian, sedih, marah, dan menyesali diri, merasa bodoh, tak berdaya, mungkin juga sangat marah dan benci kepada orangtua yang telah berlaku tidak adil. Kita juga akan merasa sangat malu karena orangtua melakukan hal begitu buruk dan karena kita diperlakukan demikian buruk.

Trauma psikologis adalah suatu kejadian yang menghadapkan kita pada ancaman genting yang overwhelming, berdampak pada tergoncangnya keseimbangan.

Ketika itu terjadi, kapasitas menyelesaikan masalah dari otak kehilangan kemampuan mengendalikan situasi. Kekagetan dan ketakutannya dapat sangat melumpuhkan, apalagi bila dibarengi sakit fisik.

Luka batin akibat perlakuan orang terdekat sering lebih menghancurkan. Apalagi bila itu terjadi berulang.

Psikoanalisis mampu menjelaskan rinci betapa perlakuan buruk dari orang terdekat sejak masa awal kehidupan dapat menghantui hingga masa dewasa.

Luka batin yang tak terobati mungkin menghancurkan kepercayaan kita kepada orang lain. Luka batin juga sering menghancurkan kepercayaan kita kepada diri sendiri ("Apakah aku cukup baik untuk dicintai?; "Adakah yang sungguh-sungguh peduli kepadaku?")

Luka batin mencerabut jangkar psikologis atau akar terdalam dari rasa aman manusia. Bagaimana orang merespons luka batinnya?

Tergantung karakteristik kepribadian, sosialisasi yang diterima, dan keseluruhan konteks hidupnya.

Rasa marah mungkin terbawa hingga dewasa. Sikap menghukum dari orangtua diadopsi dalam bentuk mudahnya individu marah dan menghukum pasangan hidup atau anak.

Atau rasa tidak aman yang kuat menyebabkan kita membentengi diri akibat takut dilukai.

Ada yang jadi sinis, punya kebutuhan berlebihan tak pernah terpuaskan akan seks, kekuasaan, prestise, dan lainnya.

Intinya, hal-hal itu menjadi kompensasi ketidakyakinan kita sungguh-sungguh pribadi berharga dan patut dicintai.

Luka batin dalam komunitas juga berdampak bervariasi. Proses psikologis seperti generalisasi dan pembakuan stereotipe dapat menggulirkan ribuan masalah lebih lanjut.

Pengalaman buruk langsung maupun tak langsung (yang dilihat dan didengar) dengan kelompok tertentu (polisi, perempuan, guru, orang kaya, individu dengan karakteristik fisik tertentu) dapat mengental dalam ingatan dan berpengaruh terhadap perilaku kita.



0 comments:

Posting Komentar

 

ADVERTISEMENTS

Subscribe Archive News

Segera konfirmasi email anda agar saya bisa mengirimkan Artikel terbaru gratis ke email anda.

Arhive News Merupakan Sebuah Blog Yang dibuat oleh SIAF, tujuannya adalah ingin berbagi informasi terbaru di dunia online, jangan lupa tinggalkan kesan pesan anda di blog sederhana ini salam hangat dari saya.